Sejarah AMD
Posted On 18 Oktober 2008 at di Sabtu, Oktober 18, 2008 by Triawan Rahmadi Prasetyo
Perkembangan kecepatan processor, sebenarnya sudah dirancang berpuluh-puluh tahun yang lampau.
Bayangkan jika sebuah transistor berukuran 1 cm2, berapa besar ruang yang dibutuhkan untuk meletakkan sebuah komputer? Padahal, dalam sebuah komputer, terutama dalam processor, terdapat jutaan transistor. Pada tahun 1980-an, processor Pentium 486 memiliki 275.000 transistor, sedangkan Pentium II memiliki sedikitnya 7,5 juta transistor. Tak kurang dari 40 juta transistor ada dalam sebuah processor Pentium 4 atau Athlon XP. Bayangkan, jika terdapat 40 juta transistor pada sekeping processor selebar 5 cm2, seberapa besar, atau tepatnya seberapa mungil, ukuran satu buah transistor?
Jumlah transistor berbanding lurus dengan kecepatan processor. Semakin banyak transistor dalam sebuah processor, semakin tinggi pula kecepatan processor tersebut. Sebab, semakin banyak transistor, semakin besar pula kemampuan menjalankan instruksi paralel dalam setiap detik. Jika processor 486 “hanya” bisa menjalankan 20 MIPS (Million Instruction Per Second), maka Pentium 4 mampu menjalankan 1,5 juta MIPS.
Dalam perkembangannya, processor selalu mengalami peningkatan kinerja. Bukan hanya produk Intel yang bernama Pentium, tetapi juga processor AMD. Peningkatan kinerja ini selalu berdasarkan perhitungan yang matematis. Perhitungan matematis inilah yang disebut sebagai Hukum Moore. Dalam Hukum Moore disebutkan, bahwa jumlah transistor dalam sebuah chip akan berlipat ganda setiap dua tahun.
Hukum Moore dikemukakan oleh Gordon Moore, peraih gelar PhD bidang fisika dan kimia dari Caltech. Saat bekerja di Fairchild Semiconductor, ia menulis sebuah artikel berjudul “Cramming More Components Onto Integrated Circuits” di majalah Electronics No. 8 Volume 38 pada
Gordon Moore bersama Robert Noyce mendirikan Intel pada tahun 1968. Tak heran jika kini Gordon Moore dikenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Betapa tidak, berdasarkan data riset Mercury Research pada tahun 2003, produk Intel menguasai 83,6% pasar processor dunia yang bernilai jutaan dolar AS. Meski Gordon Moore bukan penemu transistor, gagasan yang dilontarkan mengenai kecenderungan peningkatan pemakaian jumlah transistor pada integrated circuit (IC) telah memberikan sumbangan besar bagi dunia teknologi informasi.
Banyak kalangan yang sempat diragukan sampai kapan Hukum Moore bisa dianggap valid. Namun, sejak Intel memproduksi chip 70-megabit dengan lebih dari satu setengah miliar transistor berteknologi 65 nanometer (nm), kepercayaan semakin meningkat. Hukum Moore ternyata masih relevan dalam perkembangan processor saat ini. Bayangkan, transistor dalam teknologi 65 nm, satu nanometer sama dengan sepermiliar meter, masih memiliki saklar untuk mengaktifkan transistor sebesar 35 nm.
Proses teknologi baru ini meningkatkan jumlah transistor-transistor kecil yang dapat dimuat ke dalam sebuah chip, memberi pijakan bagi Intel untuk menghadirkan processor-processor multi-core masa depan. Proses teknologi 65 nm juga meliputi beberapa fitur unik untuk menghemat daya dan meningkatkan kinerja. Pada bulan November 2003, Intel mengumumkan penggunaan proses 65 nm untuk membuat SRAM 4-megabit. Sejak itu, Intel telah melakukan fabrikasi dari SRAM 70-megabit yang berfungsi penuh menggunakan proses ini. Sel-sel SRAM yang kecil memungkinkan bagi integrasi cache lebih besar dalam processor, yang meningkatkan kinerja.
Setiap sel memory SRAM memiliki enam transistor yang dikemas dalam bidang seluas 0.57 µm. Kira-kira 10 juta dari transistor tersebut dapat ditempatkan ke dalam satu milimeter persegi, setara dengan ukuran titik yang dihasilkan oleh pulpen.
Anti-Hukum
Sebagaimana sebuah aturan buatan manusia lainnya, Hukum Moore mulai diganggu dan digugat. Menurut Hukum Moore, jumlah transistor dalam sebuah chip akan berlipat ganda setiap dua tahun. Penggandaan ini menghasilkan lebih banyak fitur, peningkatan kinerja, dan penurunan biaya untuk setiap transistor. Namun seiring dengan kian mengecilnya ukuran transistor, peningkatan daya dan panas menjadi masalah yang kian berkembang.
Oleh karena itu, implementasi fitur-fitur, teknik, dan struktur baru mutlak diperlukan. Intel menjawab dengan mengintegrasikan fitur-fitur hemat daya ke dalam proses teknologi 65 nm. Fitur-fitur ini berperan penting dalam menghadirkan komputasi dan produk-produk komunikasi yang memiliki efisiensi daya di masa depan.
Teknologi strained silicon dari Intel —kali pertama diimplementasikan pada proses teknologi Intel 90 nm—dikembangkan lagi pada teknologi 65 nm. Generasi kedua dari teknologi strained silicon meningkatkan kinerja transistor antara 10 sampai 15 persen tanpa memperbesar kebocoran.
Singkatnya, transistor-transistor ini dapat memperkecil kebocoran sebanyak empat kali dibandingkan dengan transistor-transistor 90 nm. Akibatnya, transistor-transistor pada proses teknologi 65 nm memiliki peningkatan kinerja tanpa peningkatan kebocoran yang signifikan.
Transistor-transistor Intel 65 nm memiliki lebar gerbang lebih kecil sebesar 35 nm dan ketebalan gerbang oksida sebesar 1,2 nm, yang kombinasinya menghasilkan peningkatan kinerja dan penurunan kapasitas gerbang. Penurunan kapasitas gerbang pada akhirnya akan menurunkan daya aktif chip. Proses terbaru ini juga mengintegrasikan delapan lapis cooper yang saling terhubung dan menggunakan suatu materi dielektrik “lowk” yang meningkatkan kecepatan sinyal di dalam chip dan mengurangi konsumsi daya chip.
Bagian ke 2
Intel juga telah mengimplementasikan “sleep transistor” dalam SRAM 65nm. Transistor-transistor tersebut akan memadamkan aliran yang ada ke blok-blok dari SRAM ketika mereka tidak sedang digunakan, yang secara signifikan membatasi sumber konsumsi daya pada chip. Fitur ini bermanfaat bagi perangkat yang menggunakan tenaga baterai, seperti laptop.
Dalam tulisannya,
Namun Gordon Moore mempertahankan pendapatnya dan membantah bahwa Hukum Moore tidak lagi relevan dalam penjelasannya di depan International Solid State Circuits Conference (ISSCC) pada 10 Februari 2003 dalam presentasi berjudul No “Exponential Forever, But We Can Delay Forever”.
Evolusi Hukum Moore
Hukum Moore bukan sekadar prediksi dan hasil pengamatan belaka. Saat ini, Hukum Moore telah dijadikan target dan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan industri semikonduktor. Peneliti di industri prosesor berusaha mewujudkan Hukum Moore dalam pengembangan produknya.
Secara tidak langsung, Hukum Moore menjadi umpan balik (feedback) untuk mengendalikan laju peningkatan jumlah transistor pada keping IC. Hukum Moore telah mengendalikan semua orang untuk bersama-sama mengembangkan processor.
Di sisi lain, munculnya processor dual-core yang memiliki 1,7 miliar transistor di dalamnya membuka babak baru pembahasan Hukum Moore. Kedatangan processor dual-core, memunculkan pergeseran ramalan dalam Hukum Moore.
Sebab, clock dan kecepatan processor sudah bisa dikatakan sulit untuk berkembang lagi. Jika dikembangkan, maka konsekuensinya adalah panas berlebihan dan desain processor yang sulit diterapkan. Apalagi, bus integrator hingga saat ini belum ada. Selain itu pengembangan lebih lanjut, tanpa adanya rancang ulang kontruksi processor hanya melahirkan bottleneck dalam CPU.
Selain itu, processor dual-core juga sudah melejit dalam waktu kurang dari dua tahun, sejak processor versi sebelumnya. Mungkin, yang bisa dikaitkan dengan Hukum Moore adalah kecepatannya saja yang masih bisa diramalkan. Mengenai jumlah transistor dalam sebuah processor, tampaknya sudah tidak relevan lagi.
Jadi, Hukum Moore memang sudah sepatutnya dipertanyakan relevansinya dengan perkembangan processor yang semakin melejit. Atau setidaknya, perlu dimunculkan Hukum Moore v2.
Catatan Penting Kilas Balik Perjalanan Processor
Ada baiknya kita menyimak kilas balik perjalanan processor, untuk melihat teknologi yang berkembang dari masa ke masa.
1970-an
Diawali Intel seri MCS4, sebuah processor yang menjadi cikal bakal i4040. Processor 4 bit ini direncanakan pada kalkulator pesanan sebuah perusahaan Jepang, namun kinerjanya lebih hebat dari yang diharapkan. Sehingga Intel membeli hak guna dari perusahaan Jepang tersebut untuk perkembangan dan penelitian lebih lanjut.
Kemudian, muncul processor 8 bit pertama i8008. Namun, kurang berhasil karena multivoltage. i8080 adalah processor dengan register internal 8-bit, bus eksternal 8-bit, dan memory addressing 20-bit (dapat mengakses 1 MB memori total), dan modus operasi REAL. Muncul juga processor MC6800 dari Motorola pada tahun 1974 dan Z80 dari Zilog pada 1976. Selain itu, processor-processor lain, misalnya seri 6500 buatan MOST, Rockwell, Hyundai, WDC, NCR, dan sebagainya juga sudah mulai tersedia di pasaran industri.
Seri 8085 keluar pada 1977, dengan clock generator onprocessor dan menggunakan single voltage. Dilanjutkan dengan i8086, processor dengan register 16-bit, bus data eksternal 16-bit, dan memory addressing 20-bit. Saat diluncurkan pada tahun 1978, i8086 menggunakan teknologi HMOS, yang komponen pendukungnya langka, sehingga sangat mahal. Berikutnya muncul 80186 dan i80188 yang sudah dikemas dalam bentuk bujursangkar dengan 17 kaki persisi (PLCC/LCC) atau 2 deret kaki persisi (PGA). i80186 mengawali chip DMA dan interrupt controller yang disatukan ke dalam processor.
1980-an
IBM memproduksi processor dengan arsitektur RISC 32-bit pertama untuk PC. Namun karena software masih langka, IBM PC ini tidak bisa optimal. Intel membuat i80286, dengan register 16-bit, bus eksternal 16-bit, dan mode terbatas yang disebut mode STANDARD dengan memory addressing 24-bit yang mampu mengakses memory 16 MB serta kompatibel dengan seri sebelumnya.
Kemudian di tahun 1985, Intel meluncurkan desain processor yang baru, yakni i80386. Sebuah prosesor 32-bit, bus data eksternal 32-bit, dan kompatibilitas dengan generasi sebelumnya, serta mampu mengakses memory hingga 4 GB. Chip ini dikemas dalam bentuk Pin Grid Array (PGA).
Pada tahun 1989, Intel meluncurkan i80486DX. Karena banyak permintaan pasar processor murah, maka Intel meluncurkan i80486SX yang merupakan processor i80486DX tanpa sirkuit FPU.
AMD dan Cyrix kemudian membeli desain i80386 dan i80486DX untuk membuat processor yang kompatibel dengan Intel. Jadi, AMD dan Cyrix tidak melakukan proses perancangan berdasarkan chip seri sebelumnya, melainkan berdasarkan rancangan chip yang sudah ada untuk membuat chip yang sekelas.
Tahun 1990-an
Intel meluncurkan Pentium, dengan struktur PGA lebih besar dan kecepatan lebih tinggi. Pada generasi Pentium, Intel telah menerapkan kemampuan pipeline yang biasanya hanya ada dalam processor RISC.
Tahun 1995, Pentium Pro mulai muncul. Ada inovasi baru dengan disatukannya cache memory ke dalam processor, sehingga menuntut adanya socket 8. Pin-pin processor ini terbagi 2 grup, 1 untuk cache memory, dan 1 lagi untuk processor-nya sendiri. Desain ini memungkinkan efisiensi penanganan instruksi 32-bit.
Dilanjutkan tahun 1996, Pentium MMX keluar. Sampai sekarang belum ada definisi jelas mengenai MMX. Ada keterbatasan desain pada MMX, yakni modul MMX ditambahkan dalam Pentium tanpa rancang ulang, sehingga terpaksa unit MMX dan FPU sharing. Dan saat FPU aktif, maka MMX nonaktif, semikian sebaliknya. Sehingga Pentium MMX dalam mode MMX tidak kompatibel dengan Pentium.
Di sisi lain, AMD K5-PR75 mulai melejit. Sebuah “clone” i80486DX dengan kecepatan internal 133 MHz dan clock bus 33 MHz. Lalu di tahun 1997, Intel meluncurkan Pentium II, Pentium Pro dengan teknologi MMX yang memiliki beberapa inovasi baru. Pertama, cache memory tidak menjadi 1 dengan inti processor seperti Pentium Pro. Inovasi kedua, adanya SEC (Single Edge Cartidge) yang memungkinkan pemasangan processor Pentium Pro di slot SEC dengan adapter khusus. Kedua inovasi ini memungkinkan processor untuk bekerja secara lebih optimal.
Tahun 2000-an
Perjalananan perkembangan processor masih terus berlanjut. Intel meluncurkan processor dengan kemampuan Hyper-Threading, dan seterusnya. Sedangkan AMD mulai meluncurkan teknologi 64-bit dan seterusnya.
Akhir perjalanan ini sepertinya tidak akan tercapai. Sebab, teknologi tak berhenti seiring usia peradaban manusia.